Sejarah Bir Pletok

Sejarah Bir Pletok: Minuman Tradisional Khas Betawi, Adaptasi Wine Tanpa Alkohol

Eksistensi sejarah bir pletok tidak bisa dilepaskan dari kehadiran orang-orang Belanda pada masa kolonial. Adaptasi wine khas tradisional Betawi.

Betawi sejak lama dikenal sebagai etnis yang memiliki khazanah kuliner khas yang digemari masyarakat seperti soto betawi, soto tangkar, pecak gurame, gado-gado, asinan, sayur asem, nasi uduk, nasi kebuli, gabus pucung, dan lain sebagainya.

Selain itu, Betawi juga memiliki ragam minuman tradisional khas bercita rasa tinggi, antara lain es selendang mayang (bendrong), kopi jahe, es doger, es teler, dan yang paling populer dan ikonik adalah bir pletok.

Boleh dibilang, bir pletok adalah minuman tradisional khas Betawi yang sangat masyhur. Walaupun namanya terdapat kata “bir”, namun di dalam bir pletok sama sekali tidak ada kandungan alkohol. Bir pletok terbuat dari ekstrak rempah seperti jahe, kayu secang, daun pandan, serai, kayu manis, lada, pala, dan lainnya.

Baca Juga : 7 Pantai Paling Eksotis di Dunia, Wajib ke Sini Sekali Seumur Hidup

Kilas sejarah bir pletok

Contents

Eksistensi sejarah bir pletok tidak bisa dilepaskan dari kehadiran orang-orang Belanda pada masa kolonial. Orang-orang Belanda datang ke Indonesia untuk menjajah. Mereka datang sekaligus juga membawa budaya mereka, di antaranya kebiasaan minum bir atau wine saat berpesta.

Orang-orang Betawi yang beragama Islam dan sangat lekat dengan budaya Islam, tidak senang dengan kehadiran orang-orang Belanda. Juga tidak suka dengan kebiasaan minum bir yang diharamkan dalam agama Islam.

Orang-orang Betawi lalu berinisiatif dan berkreasi membuat minuman mirip bir sebagai budaya tandingan (counter culture). Akhirnya, terciptalan ramuan yang diformulasi dari ekstrak rempah yang kemudian populer dengan sebutan ‘bir pletok’.

Jadi, boleh dibilang, bir pletok merupakan tiruan dari bir beralkohol yang biasa dijadikan minuman untuk pesta oleh orang-orang Belanda. Bir pletok dibuat sewarna dengan bir, yaitu merah kecoklatan, terbuat dari ekstrak rempah, dan tidak ada kandungan alkohol sehingga tidak memabukkan.

Sedangkan nama ‘pletok’ pada bir pletok, diambil dari suara yang keluar saat penutup wine dibuka. Jika penyumbat kayu yang biasanya digunakan sebagai penutup botol anggur dicabut, ada suara semacam ‘plop’ atau ‘pletok’. Bunyi itulah yang digunakan oleh masyarakat Betawi untuk menamai minumannya. Sehingga kemudian minuman itu masyhur dengan sebutan Bir Pletok.

Awalnya bir pletok minuman penghangat tubuh

Orang Betawi menjadikan bir pletok sebagai minumaan penghangat tubuh. Dahulu, bir pletok biasa dihidangkan di malam hari, saat musim penghujan, sebagai minuman penghangat bagi penduduk Betawi yang kala itu masih tinggal dengan lingkungan yang dingin.

Sylviana Murni dalam buku Kuliner Khas Betawi (2012) menyatakan, apabila kita meminum bir ini, pertama-tama akan terasa pedas, tapi selanjutnya badan akan terasa hangat akibat pengaruh dari ramuan yang ada di dalamnya.

Selain sebagai penghangat tubuh, sebagaimana orang-orang Belanda yang menjadikan bir untuk minuman saat berpesta, masyarakat Betawi juga menjadikan bir pletok sebaggai suguhan saat helatan pesta warga seperti khitanan atau pernikahan.

Sejarawan JJ Rizal yang juga seorang peneliti budaya Betawi sebagaimana dikutip cnnindonesia.com menyatakan, sampai sekarang bir pletok menjadi minuman khas Betawi yang biasa disuguhkan saat pesta-pesta seperti khitanan atau pernikahan.

Masih menurut Rizal, warna bir pletok seperti campuran bir dan anggur. Tapi rasanya sama sekali tidak asam atau pahit. Bir pletok justru terasa manis. Juga tidak ada gigitan soda seperti saat bir biasa menyentuh lidah peminumnya. Sehingga tentu saja tidak memabukkan.

Namun sama seperti bir atau anggur khas barat, bir pletok membuat peminumnya merasa hangat. Itu karena ia terbuat dari rempah seperti jahe dan serai. Ada pula campuran daun pandan yang membuatnya wangi.

Jika ingin warnanya lebih merah, saat merebus bir pletok tinggal tambahkan kayu secang. Tambahan cengkih, kayu manis, kapulaga, dan pala juga biasanya dicampurkan saat membuatnya.

 

Biasa disajikan dingin untuk bir pletok modern

Dalam perkembangannya, bir pletok mengalami pergeseran seiring kemajuan zaman. Saat ini bir pletok modern sudah diproduksi dalam bentuk instan yaitu dalam bentuk bubuk yang penyajiaannya lebih praktis. Tinggal diseduh dengan air panas, diaduk beberapa saat, dan langsung siap minum. Ada pula bir pletok siap saji (ready to drink) yang dikemas dalam botol plastik atau botol kaca. Bir pletok siap saji ini tentu tinggal minum saja seperti minuman kemasan lain yang biasa kita dapati di pasaran.

Bir pletok pun sudah tidak lagi disajikan hangat-hangat di malam hari saat hawa dingin atau saat musim penghujan, namun bir pletok modern juga bisa disajikan dingin (pakai es) dan diminum saat siang hari yang terik. Bahkan kebiasan minum bir pletok dingin ternyata sudah berlangsung cukup lama.

Menurut H. Djayadi, seorang tokoh Betawi Kota Bambu, Tanah Abang, yang menjadi produsen bir pletok terbaik dalam Festival Jajanan Betawi (1992), sekitar tahun 1950-an bir pletok merupakan jajanan favoritnya sepulang sekolah. Saat udara terasa sangat panas, segelar bir pletok dingin biasa dibelinya di pedagang pikulan yang mangkal di depan masjid Tanah Abang, dekat pangkalan delman.

Adapun cara membuat bir pletok secara tradisional, bahan-bahannya adalah: jahe, kayu secang, daun jeruk purut, daun pandan, serai, cengkeh, lada, pala, kayu manis, gula pasir, dan air. Cara membuatnya: bersihkan dan cuci bahan-bahan yang memerlukan perlakukan demikian. Campur semua bahan, rebus dalam air sampai mendidih, masak terus sampai harum dan meresap. Angkat dan sajikan.

Karena terbuat dari ekstrak rempah, maka minuman tradisional ini diyakini memiliki banyak khasiat. Selain berkhasiat menghangatkan tubuh, terutama bila diminum dalam keadaan hangat, bir pletok juga dipercaya berkhasiat untuk memperlancar pedaran darah. Juga khasiat-khasiat lainnya tentu saja.

Berlandaskan sejarah bir pletok, ini adalah ramuan pusaka warisan leluhur yang harus dijaga dan dilestarikan. [*]