Sejarah Roti Buaya

Sejarah dan Filosofi Roti Buaya, Makanan Ikonik Betawi

Jakarta – Roti buaya seolah jadi salah satu ikon kuliner di Jakarta. Lebih dari sekedar makanan, roti buaya punya sejarah dan filosofi mendalam.
Bagi sebagian orang, buaya kerap dikaitkan dengan konotasi negatif para pria hidung belang. Padahal buaya termasuk hewan paling setia. Seumur hidup, buaya hanya kawin satu kali dengan satu betina.

Berawal dari cara hidup buaya, masyarakat Betawi kemudian menjadikan buaya sebagai ikon kesetiaan yang hadir dalam bentuk roti. Roti buaya bahkan jadi hantaran wajib dalam acara pernikahan suku Betawi.

Selain unik bentuknya, roti buaya juga punya punya mitos yang dipercaya oleh masyarakat luas. Mengikuti perkembangan zaman, kini roti buaya bahkan hadir dengan isian yang lebih modern.

Seperti apa sejarah dan filosofi roti buaya bagi masyarakat Betawi? Berikut ulasannya.

Baca Juga : 5 Makanan Tradisional Indonesia yang Mendunia

1. Sejarah roti buaya

Contents

Tidak ada yang tahu pasti kapan masyarakat Betawi mulai mengolah roti menjadi bentuk buaya. Namun hal ini dipercaya sudah berlangsung sejak ratusan tahun lalu. Roti buaya bahkan dijadikan simbol sebuah tradisi masyarakat Betawi.

Dilansir dari Jakarta Tourism (26/8) Jakarta diketahui memiliki 13 sungai yang menyebar dan melintas di berbagai daerah di Jakarta. Dipercaya, sungai inilah yang jadi cikal bakal adanya buaya.

Masyarakat bantaran sungai Jakarta paham betul soal pola hidup buaya yang hanya kawin sekali dalam seumur hidupnya. Hewan buas bergiigi tajam ini tak akan mencari betina lain saat betina pasangannya mati ataupun menghilang.

2. Filosofi roti buaya

Cara berkembangbiak buaya ini kemudian menjadi inspirasi bagi masyaraat Betawi untuk mengangkat sisi positifnya. Secara turun temurun, masyarakat Betawi mewariskan keyakinan kalau kesetiaan buaya patut dijadikan contoh.

Tak hanya setia, buaya juga dilambangkan sebagai lambang hewan suci. Gerak gerik buaya yang bergerak tenang dalam mencari mangsa juga dilambangkan sebagai simbol kesabaran. Sementara jika dipandang dari sisi lain, buaya melambangkan kejantanan.

Dari sinilah hadir roti yang sengaja dibentuk mirip buaya. Roti ini bukan untuk dikonsumsi sehari-hari melainkan hanya hadir ketika momen spesial hari pernikahan. Roti buaya jadi hantaran dari pihak pengantin pria kepada pihak pengantin wanita.

3. Mitos

Meski terlihat sederhana, ada banyak hal yang harus diperhatikan saat mengantarkan roti buaya sebagai makanan seserahan. Roti buaya harus dalam keadaan mulus dan baik, artinya tidak boleh ada cacat atau rusak sampai diterima oleh pihak mempelai wanita.

Semakin besar ukuran buaya maka semakin baik maknanya karena dipercaya berhubungan dengan masa depan rumah tangga sang pengantin. Selain itu roti buaya juga harusnya bertekstur padat dan agak keras.

Selain itu ada juga yang percaya, orang-orang yang belum menikah lalu menyantap roti buaya maka akan cepat bertemu jodoh. Roti buaya yang dijadikan hantaran biasanya jumlahnya sepasang, kini bahkan dilengkapi dengan telur dan anak buaya sebagai harapan kelak pengantin ini cepat diberi momongan.

4. Dulu disajikan busuk

Saat ini roti buaya dibuat dari adonan segar dan diantarkan dalam keadaan layak makan. Kabarnya, dahulu roti buaya disajikan sudah dalam keadaan busuk dan teksturnya keras. Oleh karenanya dahulu roti buaya hanya jadi simbol semata.
Penyajian roti buaya yang busuk ini mengandung makna bahwa pasangan yang baru menikah ini akan langgeng seumur hidup bahkan sampai akhir hayat. Namun kini roti buaya disajikan segar sehingga bisa dikonsumsi. Bahkan saat ini roti buaya juga diberi isian cokelat, selai dan perasa lain yang membuat rasanya makin enak.

5. Roti buaya tidak untuk dimakan

Sejarahwan Betawi JJ. Rizal mengatakan roti buaya dulunya tidak disajikan untuk dimakan. Roti berbentuk buaya ini hanya dijadikan pajangan di acara pesta pernikahan.

Oleh karena itu, dahulu roti buaya dibuat dengan tekstur sangat keras. Setelah acara selesai, roti buaya kemudian disimpan di atas lemari di kamar pengantin dan dibiarkan lama. Roti yang aslinya punya rasa tawar ini bisa tahan lama karena hanya terbuat dari campuran tepung terigu dan air.

Roti buaya bahkan didiamkan hingga hancur termakan usia. Ini sebagai gambaran pasangan suami istri yang tetap bersama meskipun waktu terus berjalan.