Sejarah Monas

Sejarah Monumen Nasional (Monas)

Monas terletak di pusat Kota Jakarta, yang saat ini dijadikan sebagai tempat wisata dan pusat pendidikan bagi para pengunjung dari Indonesia maupun wisatawan asing.

Apabila menilik sejarahnya, Monas mulai dibangun pada 17 Agustus 1961. Arsitek Monumen Nasional adalah Soedarsono, Frederich Silaban, dan Ir. Rooseno.

Monas kemudian diresmikan dan dibuka untuk umum pada 1975.

Baca Juga : Khmer Merah, Rezim Komunis yang Menguasai Kamboja

Pembentukan Panitia Tugu Nasional

Contents

Gagasan untuk mendirikan Monas sudah ada sejak 1954. Beberapa hari setelah peringatan proklamasi kemerdekaan Indonesia ke-9, dibentuk Panitia Tugu Nasional yang bertugas untuk mengupayakan berdirinya Tugu Monas.

Panitia ini diketuai oleh Sarwoko Martokusumo, dengan dibantu oleh S Suhud sebagai penulis, Sumali Prawirosudirdjo sebagai bendahara, dan empat anggota lainnya, yaitu Supeno, KK Wiloto, EF Wenas, dan Sudiro.

Panitia Tugu Nasional bertanggung jawab untuk mempersiapkan segala hal yang dibutuhkan guna membangun Tugu Monas sekaligus mengumpulkan biaya pembangunannya.

Setelah itu, Presiden Soekarno membentuk panitia pembangunan Monas bernama Tim Yuri. Tim ini melakukan dua kali pertemuan, yaitu 17 pada Februari 1955 dan 10 Mei 1960, untuk merancang bentuk bangunan Tugu Monas.

Sayangnya, setelah dua kali pertemuan, belum ada rancangan yang dianggap memenuhi kriteria yang diinginkan panitia.

Akhirnya, Soekarno menunjuk beberapa arsitek ternama, yaitu Soedarsono dan Frederich Silaban untuk menggambar rancangan Tugu Monas.

Keduanya memutuskan untuk menggambar sendiri-sendiri dan kemudian hasil gambar yang dipilih Soekarno adalah milik Soedarsono.

Bentuk tugu yang menjulang tinggi dengan pelataran cawan yang luas mendatar merupakan representasi dari lingga dan yoni.

Dalam ajaran Hindu, penyatuan lingga dan yoni akan menghasilkan kekuatan tertinggi.

Selain itu, lingga dan yoni melambangkan kekhasan Indonesia, di mana lingga menyerupai alu dan yoni menyerupai wadah yang berupa lumpang.

Alu dan lumpang adalah dua alat yang dianggap penting dan dimiliki oleh setiap keluarga di Indonesia, khususnya rakyat pedesaan.

Dalam rancang bangun yang dibuat, Soedarsono mengambil beberapa unsur saat proklamasi kemerdekaan Indonesia dilaksanakan.

Misalnya, di atas tugu terdapat bagian yang menyerupai api menyala dan seakan tidak kunjung padam.

Hal ini melambangkan keteladanan semangat bangsa Indonesia yang tidak pernah surut berjuang sepanjang masa.

Baca Juga : Sejarah Pembangunan Candi Angkor Wat

Proses pembangunan

Setelah rancangan disetujui, proses pembangunan Tugu Monas dilaksanakan melalui tiga tahapan.

Tahapan pertama tahun 1961-1965, tahap kedua antara 1966-1968 dan tahap ketiga pada 1969-1976.

Pada tahap pertama, proses pembangunan Monas diawasi langsung oleh Panitia Monumen Nasional dan biaya yang digunakan berasal dari sumbangan masyarakat.

Pada tahapan kedua, proses pembangunan masih diawasi oleh panitia Monas, tetapi biaya bersumber dari Anggaran Pemerintah Pusat.

Pada tahapan terakhir, pembangunan Monas diawasi oleh Panitia Pembina Tugu Nasional dengan sumber dana berasal dari Pemerintah Pusat atau Direktorat Jenderal Anggaran melalui Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita).

Peresmian

Monas secara perlahan mulai dibuka untuk umum pada 18 Maret 1972, berdasarkan Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin Nomor CB 11/1/57/72.

Saat itu, Gubernur Ali Sadikin membuka kawasan untuk rombongan atau organisasi atau siswa ke ruang tenang dan ruang museum. Pada 1973, Gubernur Ali Sadikin mengizinkan pengunjung naik sampai ke pelataran puncak Monas.

Gubernur meresmikan taman di bagian barat Monas atau dikenal dengan nama Taman Ria.

Monas akhirnya dibuka untuk umum setelah diresmikan oleh Presiden Soeharto pada 12 Juli 1975 ketika pembangunannya berakhir.

Total dana yang dikeluarkan untuk membangun Monas sejak 1961 hingga 1965 adalah sebesar Rp 58 miliar rupiah.